Kamis, 6 November 2025

Gelar Pahlawan Nasional

Bivitri Susanti Peringatkan Gelar Pahlawan Soeharto ‘Kembalikan UUD 1945 Awal’: Dampaknya Mengerikan

Menurutnya, amandemen UUD 1945 justru lahir sebagai koreksi terhadap perilaku dan sistem kekuasaan pada era Orde Baru Soeharto.

Tribunnews.com/Fransiskus Adhiyuda
GELAR PAHLAWAN SOEHARTO - Pakar Hukum Tata Negara dari Sekolah Tinggi Hukum Indonesia (STHI) Jentera, Bivitri Susanti saat konferensi pers terkait penolakan gelar pahlawan kepada Soeharti yang dihadiri para aktivis, akademisi hingga tokoh agama di Gedung YLBHI, Menteng, Jakarta, Selasa (4/11/2025). 

Dia menyebutkan sejumlah institusi dan mekanisme penting yang akan hilang diantaranya pembatasan masa jabatan presiden.

"Kita enggak ada pembatasan masa jabatan presiden 2 kali, Suharto 7 kali jadi presiden di bawah UUD itu."

Lalu, Komisi Yudisial (KY) dimana Lembaga pengawas hakim akan tiada hingga Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang independen seperti sekarang juga tidak dijamin dalam naskah awal.

"Itulah yang mengerikan buat kami yang belajar Hukum tata negara, seharusnya mengerikan untuk kita semua," ucap Bivitri.

Di sisi lain, Bivitri juga menyanggah klaim bahwa proses pemberian gelar pahlawan untuk Soeharto telah memenuhi aspek legalitas.

"Kedua, kalau misalnya dikatakan dari aspek legalitas sudah legal, Salah," tegasnya.

Dia memaparkan bahwa sejak amandemen UUD 1945 pada 2002, MPR tidak lagi memiliki kewenangan untuk mengeluarkan TAP MPR yang bersifat mengatur.

Baca juga: Perludem Anggap Sosok Soeharto Tak Layak Dapat Gelar Pahlawan Nasional

"Karena TAP MPR sejak 2002 itu tidak boleh lagi keluar. Jadi kalau dikatakan ada perubahan pada TAP MPR mengatur tentang pengadilan Suharto, enggak mungkin keluar setelah 2002, setelah UUD 45 itu diamandemen," paparnya.

Bivitri menyimpulkan bahwa tidak ada perubahan TAP MPR terkait Soeharto. Yang terjadi, menurut penelusurannya, hanyalah pidato Ketua MPR RI, Bambang Soesatyo (Bamsoet).

"Jadi, menelusuri ternyata perubahan TAP MPR enggak ada. Emang engak bisa keluar TAP MPR yang baru itu. Yg terjadi adalah, pidato Pak Bamsoet," terangnya.

"Tapi kalau dikatakan legalitasnya sudah legal segala macam, secara hukum, salah," tandas Bivitri.

 

Halaman 2/2
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved