Kamis, 6 November 2025

Demo di Jakarta

Sahroni, Nafa, Eko Patrio, Uya Kuya, dan Adies Lolos dari Pemecatan DPR

Usai hingar-bingar demo yang telan korban jiwa, MKD putuskan lima anggota DPR tak dipecat. Publik bertanya: di mana efek jera?

Penulis: Fersianus Waku
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
SIDANG MKD - Anggota DPR nonaktif Adies Kadir (kanan), Ahmad Sahroni (kedua kanan), Surya Utama alias Uya Kuya (tengah), Eko Hendro Purnomo (kedua kiri) dan Nafa Urbach (kiri) mengikuti sidang putusan kasus dugaan pelanggaran kode etik anggota DPR nonaktif di Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (5/11/2025). Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR memutuskan untuk mengaktifkan kembali Adies Kadir dan Surya Utama alias Uya Kuya sebagai anggota DPR sedangkan untuk anggota DPR nonakatif Ahmad Sahroni, Nafa Urbach, dan Eko Hendro Purnomo terbukti melanggar kode etik dan menjatuhkan hukuman tambahan dengan memperpanjang masa nonaktif sebagai Anggota DPR. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN 
Ringkasan Berita:
  • Usai Agustus membara dan demo telan korban jiwa, MKD hanya beri sanksi administratif.
  • Sahroni dinonaktifkan 6 bulan, tapi tetap dipertahankan sebagai anggota DPR.
  • Adies dan Uya Kuya dinyatakan tak langgar etik, langsung aktif kembali tanpa konsekuensi.

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA — Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI memutuskan tidak memberhentikan lima anggota DPR periode 2024–2029 yang sebelumnya dinonaktifkan oleh fraksi masing-masing.

Putusan ini dibacakan dalam sidang etik di ruang MKD, kompleks parlemen, Senayan, Rabu (5/11/2025), menyusul laporan masyarakat dan pimpinan dewan atas dugaan pelanggaran etik yang sempat memicu demonstrasi besar di depan Gedung DPR RI pada akhir Agustus.

Kelima anggota DPR yang disidang adalah:

  1. Ahmad Sahroni — Fraksi NasDem
  2. Nafa Indria Urbach — Fraksi NasDem
  3. Adies Kadir — Fraksi Golkar
  4. Surya Utama (Uya Kuya) — Fraksi PAN
  5. Eko Hendro Purnomo (Eko Patrio) — Fraksi PAN

Kenapa Mereka Disidang Erik di MKD?

Sidang etik terhadap lima anggota DPR digelar menyusul demonstrasi besar di depan Gedung DPR RI pada 25–31 Agustus 2025, yang menelan korban jiwa dan memicu sorotan publik terhadap perilaku sejumlah wakil rakyat.

Aksi massa tersebut muncul setelah beredarnya unggahan media sosial, pernyataan publik, dan gestur yang dinilai sebagian kalangan tidak mencerminkan etika parlemen, terutama saat Sidang Tahunan MPR/DPR/DPD RI berlangsung.

MKD menerima laporan dari masyarakat dan pimpinan dewan pada 4, 9, dan 30 September 2025.

Laporan tersebut mengarah pada lima nama yang telah dinonaktifkan oleh fraksi masing-masing, dan menjadi objek pemeriksaan etik.

Pemeriksaan dilakukan dalam tahap pendahuluan, dengan agenda mendengarkan keterangan saksi serta pendapat para ahli dari bidang hukum, kriminologi, sosiologi, dan perilaku.

MKD menyatakan bahwa proses ini bertujuan untuk menilai apakah tindakan para teradu melanggar kode etik DPR RI dan merusak citra lembaga di mata publik.

Baca juga: Tanggapan Ahmad Sahroni Sikapi Putusan MKD DPR

Apa Itu MKD DPR RI?

Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) adalah alat kelengkapan DPR RI yang bersifat tetap.

MKD dibentuk untuk menjaga kehormatan dan integritas lembaga legislatif, khususnya dalam mengawasi perilaku anggota DPR agar sesuai dengan kode etik dan norma konstitusional.

Tugas utama MKD meliputi:

  • Menindaklanjuti laporan dugaan pelanggaran etik oleh anggota DPR
  • Melakukan pemeriksaan dan sidang etik
  • Menjatuhkan sanksi sesuai tingkat pelanggaran

MKD DPR RI periode 2024–2029 dipimpin oleh Ketua Nazaruddin Dek Gam dan Wakil Ketua Adang Daradjatun.

Struktur keanggotaan MKD juga mencakup sejumlah anggota DPR dari berbagai fraksi.

Sebagai catatan, seluruh pimpinan dan anggota MKD yang menyidangkan perkara ini juga merupakan sesama anggota DPR RI, dan sebagian berasal dari fraksi yang sama dengan pihak yang diperiksa.

Hal ini menjadikan proses etik bukan sekadar forum klarifikasi, tetapi juga ujian transparansi dan integritas internal parlemen di hadapan publik.

Sahroni Dijatuhi Sanksi Terberat

MKD dalam putusannya hari ini menyatakan, Ahmad Sahroni terbukti melanggar kode etik DPR RI dan dijatuhi sanksi nonaktif selama enam bulan. 

Sanksi ini berlaku sejak putusan dibacakan dan dihitung dari tanggal penonaktifan oleh DPP NasDem.

“Menghukum teradu lima, Ahmad Sahroni, nonaktif selama 6 bulan,” tegas Wakil Ketua MKD, Adang Daradjatun.

Nafa, Eko Patrio, dan Adies Terima Putusan Berbeda

Sejumlah pengunjuk rasa bersitegang dengan aparat saat melakukan aksi di Jalan Pejompongan, Jakarta, Senin (25/8/2025). Unjuk rasa menolak tunjangan anggota DPR berakhir ricuh. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Sejumlah pengunjuk rasa bersitegang dengan aparat saat melakukan aksi di Jalan Pejompongan, Jakarta, Senin (25/8/2025). Unjuk rasa menolak tunjangan anggota DPR berakhir ricuh. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN (TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN)

Nafa Urbach dijatuhi sanksi nonaktif selama tiga bulan, sementara Eko Patrio dikenai sanksi empat bulan.

Keduanya dinyatakan melanggar etik, namun tetap dipertahankan sebagai anggota DPR.

Adies Kadir dinyatakan tidak terbukti melanggar kode etik.

MKD hanya memberikan peringatan agar lebih berhati-hati dalam menyampaikan informasi dan menjaga perilaku.

“Menyatakan teradu satu, Adies Kadir, diaktifkan sebagai anggota DPR RI,” ujar Adang.

Uya Kuya Diaktifkan Kembali, Tak Terbukti Langgar Etik

Surya Utama alias Uya Kuya dinyatakan tidak terbukti melanggar kode etik dan langsung diaktifkan kembali sebagai anggota DPR.

“Menyatakan teradu tiga, Surya Utama, diaktifkan sebagai anggota DPR RI,” ucap Adang.

Transparansi MKD dan Sorotan Publik

Putusan MKD ini menegaskan bahwa lembaga etik DPR memilih pendekatan sanksi administratif, bukan pemecatan.

Meski dinilai transparan karena dibacakan terbuka, publik mempertanyakan konsistensi dan efek jera dari sanksi yang dijatuhkan.

Pengamat komunikasi politik dari Universitas Esa Unggul, M. Jamiluddin Ritonga, menilai bahwa MKD seharusnya hanya menguatkan keputusan partai yang telah menonaktifkan anggotanya.

Ia berpendapat bahwa keputusan yang berbeda dari MKD berpotensi menimbulkan kesan kompromi politik di tengah sorotan publik terhadap perilaku anggota DPR.

Sebagian pengamat menilai bahwa keputusan MKD mencerminkan kompromi politik di tengah sorotan terhadap perilaku publik figur yang kini duduk di parlemen.

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved