Minggu, 9 November 2025

Gelar Pahlawan Nasional

Pro Kontra Wacana Gelar Pahlawan Soeharto, Pengamat Minta Sejarah Dibaca Utuh

Soeharto diusulkan jadi pahlawan. Pro-kontra memanas. Luka sejarah dan suara korban kembali dipertaruhkan. Kamu wajib baca sampai tuntas.

Tribunnews.com/Bian Harnansa
GELAR PAHLAWAN NASIONAL - Presiden ke-2 RI Soeharto tersenyum dan melambaikan tangan dalam sebuah acara publik. LBH Pers mengkritik wacana pemberian gelar pahlawan nasional untuk Soeharto, tokoh yang dinilai membungkam pers di era Orde Baru.  

Mereka menyebut pemberian gelar sebagai bentuk pengkhianatan terhadap korban pelanggaran HAM dan nilai-nilai demokrasi.

"Pemberian gelar pahlawan kepada Soeharto adalah pengkhianatan terhadap korban pelanggaran HAM dan semangat reformasi 1998,” ungkap perwakilan koalisi dalam pernyataannya.

Mustasyar Pengurus Nahdaltul Ulama (PBNU), KH Ahmad Mustofa Bisri (Gus Mus), menyatakan penolakannya secara tegas. Ia mengenang masa Orde Baru sebagai periode yang menyisakan luka bagi banyak ulama dan kiai pesantren.

“Saya paling tidak setuju kalau Soeharto dijadikan Pahlawan Nasional. Masa pemerintahannya penuh tekanan terhadap kebebasan dan keadilan,” ujar Gus Mus, Mustasyar PBNU, Rabu (5/11/2025).

Baca juga: Berpayung Hitam di Kemenbud, Bedjo Ungkap Luka Tragedi 1965: Saya Nomor 7009

Dari Muhammadiyah, penolakan dan kritik datang dari pengurus Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik (LHKP) Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Usman Hamid.

Ia menilai gelar kepahlawanan harus mempertimbangkan aspek moral dan keadilan sosial.

“Pahlawan bukan hanya soal pembangunan fisik, tapi juga nilai-nilai kemanusiaan. Kita tidak bisa mengabaikan pelanggaran HAM yang terjadi di era Orde Baru,” kata Usman Hamid, Jumat (7/11/2025).

Sementara itu, Direktur LBH Pers Mustafa Layong menyoroti dampak wacana ini terhadap kebebasan berekspresi. Ia menyebut Soeharto sebagai simbol pembungkaman pers di masa Orde Baru.

“Bagaimana mungkin orang yang membungkam pers dijadikan pahlawan? Itu sama saja menampar perjuangan jurnalis dan masyarakat sipil yang berkorban untuk kebebasan,” ujar Mustafa dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat (7/11/2025).

Ia menambahkan, pengangkatan Soeharto sebagai pahlawan berisiko memutarbalikkan sejarah dan mengancam ruang kritik di masa kini.

“Kalau Soeharto disebut pahlawan, nanti mengkritiknya bisa dianggap menghina Pahlawan Nasional. Ini berbahaya bagi demokrasi,” tegasnya.

Halaman 2/2
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved