Sabtu, 15 November 2025

Boni Hargens: MK Benar, Polri Adalah Alat Negara

Hargens menekankan bahwa Polri bukan sekadar alat kelengkapan negara, tetapi merupakan bagian fundamental dari struktur negara itu sendiri.

Penulis: Hasanudin Aco
Istimewa
PUTUSAN MK - Boni Hargens, Analis Politik sekaligus Direktur Lembaga Pemilih Indonesia (LPI), memberikan dukungan penuh terhadap putusan Mahkamah Konstitusi. Dalam pandangannya,  keputusan MK telah tepat dalam membedakan antara Polri sebagai bagian integral dari negara dengan jabatan-jabatan politik yang bersifat temporer dan terikat pada siklus pemilihan umum. 

Ringkasan Berita:
  • MK membacakan dua putusan sekaligus hari ini
  • Gugatan terkait UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri
  • Salah satu gugatan yang dipenuhi MK soal masa jabatan Kapolri

 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Gugatan diajukan terkait Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Pemohon mempersoalkan ketiadaan pembatasan masa jabatan Kapolri yang definitif dalam undang-undang tersebut.

Baca juga: Anggota DPR: Polri Sebagai Alat Negara Harus Tetap Langsung di Bawah Presiden, Bukan Kementerian

Mahkamah Konstitusi (MK) membacakan dua putusan secara bersamaan pada Kamis 13 November 2025 di gedung MK Jakarta yaitu perkara nomor 19/PUU-XXIII/2025 dan 147/PUU-XXIII/2025.

Gugatan ini menjadi perhatian publik karena menyangkut isu fundamental tentang independensi kepolisian dan batasan kewenangan eksekutif dalam menentukan pimpinan lembaga penegak hukum. 

Para pemohon berargumen bahwa pembatasan masa jabatan Kapolri diperlukan untuk mencegah konsentrasi kekuasaan yang berlebihan dan memastikan rotasi kepemimpinan yang sehat dalam institusi kepolisian.

Dalam konteks reformasi sektor keamanan di Indonesia, pertanyaan mengenai masa jabatan pejabat tinggi negara selalu menjadi topik yang sensitif dan strategis.

Gugatan ini mencerminkan kekhawatiran sebagian masyarakat terhadap potensi politisasi institusi kepolisian jika masa jabatan Kapolri tidak dibatasi secara tegas dalam peraturan perundang-undangan.

Baca juga: Polri Hormati Putusan MK Larang Anggota Aktif Duduki Jabatan Sipil, Tunggu Salinan Resmi

Inti Permasalahan Konstitusional

Pertama, tidak adanya frasa "setingkat menteri" dalam UU Polri menjadi perdebatan utama mengenai posisi konstitusional Kapolri dalam struktur pemerintahan.

Kedua, Polri adalah alat negara yang independent dari kepentingan politik praktis. 

Sudah benar apa yang diputuskan Mahkamah Konstitusi

Kita ketahui, MK  dalam pertimbangannya menekankan bahwa tidak adanya frasa "setingkat menteri" dalam mendefinisikan posisi Kapolri bukanlah sebuah kekosongan hukum, melainkan pilihan legislatif yang disengaja untuk menjaga karakter khusus jabatan tersebut. 

MK menilai bahwa pelabelan "setingkat menteri" justru akan membawa implikasi politis yang dapat mengaburkan fungsi utama Polri sebagai alat negara.

Pasal 30 ayat (4) UUD 1945 secara tegas menyatakan bahwa Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah alat negara yang menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat serta bertugas melindungi, mengayomi, melayani masyarakat, dan menegakkan hukum. 

Kedudukan ini berbeda secara fundamental dengan jabatan menteri yang merupakan pembantu presiden dalam menjalankan pemerintahan dan memiliki agenda politik tertentu sesuai dengan visi presiden yang sedang berkuasa.

Halaman 1/3
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved