Kamis, 20 November 2025

RUU KUHAP

Komisi III DPR Segera Undang LSM dan Aktivis yang Menentang KUHAP Baru

KUHAP terbaru telah disahkan oleh DPR RI pada tanggal 18 November 2025 dan akan mulai berlaku pada tanggal 2 Januari 2026.

Penulis: Reza Deni
Editor: Hasanudin Aco
Tribun Jabar/Gani Kurniawan
TOLAK KUHAP - Ratusan mahasiswa Universitas Islam Bandung (Unisba) yang tergabung dalam Keluarga Besar Mahasiswa Unisba (KBMU) menggelar aksi unjuk rasa di depan Gedung DPRD Provinsi Jawa Barat, Rabu (19/11/2025). Dalam aksinya, mereka menyuarakan penolakan terhadap Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang dinilai disahkan secara tergesa-gesa dan minim partisipasi publik. (TRIBUN JABAR/GANI KURNIAWAN) 

Sejumlah pasal dalam KUHAP yang dinilai membuka celah kewenangan, terutama terkait penangkapan dan pengasingan

Kelompok masyarakat sipil menilai KUHAP baru belum cukup menjamin proses hukum​​

Berikut 14 substansi RUU KUHAP

Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman  menjelaskan proses pembahasan RUU KUHAP telah berlangsung sejak DPR menetapkannya sebagai usul inisiatif pada 18 Februari 2025.

Menurutnya, terdapat kurang lebih 14 substansi utama dalam RUU KUHAP yang disahkan di rapat paripurna DPR RI seperti dikutip dari situs dpr.go.id yakni:

1. Penyesuaian hukum acara pidana dengan perkembangan hukum nasional dan internasional.

2. Penyesuaian pengaturan hukum acara pidana dengan nilai-nilai KUHP baru yang menekankan orientasi restoratif, rehabilitatif, dan restitutif guna mewujudkan pemulihan keadilan substansi dan hubungan sosial antara pelaku, korban, dan masyarakat.

3. Penegasan prinsip diferensiasi fungsional dalam sistem peradilan pidana, yaitu pembagian peran yang proporsional antara penyidik, penuntut umum, hakim, advokat, dan pemimpin kemasyarakatan.

4. Perbaikan pengaturan mengenai kewenangan penyelidik, penyidik, dan penuntut umum serta penguatan koordinasi antarlembaga untuk meningkatkan efektivitas dan akuntabilitas sistem peradilan pidana.

5. Penguatan hak-hak tersangka, terdakwa, korban, dan saksi, termasuk hak atas bantuan hukum, peradilan yang adil, dan perlindungan terhadap ancaman atau kekerasan.

6. Penguatan peran advokat sebagai bagian integral sistem peradilan pidana, termasuk kewajiban pendampingan dan pemberian bantuan hukum cuma-cuma oleh negara.

7. Pengaturan mekanisme keadilan restoratif (restorative justice) sebagai alternatif penyelesaian perkara pidana di luar pengadilan.

8. Perlindungan khusus terhadap kelompok rentan, termasuk penyandang disabilitas, perempuan, anak, dan lanjut usia, disertai kewajiban aparat untuk melakukan asesmen dan menyediakan sarana pemeriksaan yang ramah.

9. Penguatan perlindungan penyandang disabilitas dalam setiap tahap pemeriksaan.

10. Perbaikan pengaturan tentang upaya paksa dengan memperkuat perlindungan HAM dan asas due process of law, termasuk pembatasan waktu dan kontrol yudisial oleh pengadilan.

11. Pengenalan mekanisme hukum baru, seperti pengakuan bersalah bagi terdakwa yang kooperatif dengan imbalan keringanan hukuman serta perjanjian penundaan penuntutan bagi pelaku korporasi.

12. Pengaturan prinsip pertanggungjawaban pidana korporasi.

13. Pengaturan hak kompensasi, restitusi, dan rehabilitasi sebagai hak korban dan pihak yang dirugikan akibat kesalahan prosedur penegakan hukum.

14. Modernisasi hukum acara pidana untuk mewujudkan peradilan yang cepat, sederhana, transparan, dan akuntabel.

 

 

Halaman 2/2
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved