Jumat, 15 Agustus 2025

Aprindo Tagih Utang Rp344 Miliar Soal Minyak Goreng ke Kemendag, Ini Awalnya dan Kata Zulkifli Hasan

Belum terbayarnya rafaksi karena belum ada Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) yang mengatur terkait pembayaran utang ke Aprindo.

tastingtable.com
Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) menagih Kementerian Perdagangan (Kemendag) segera membayar utang penggantian selisih harga jual dengan harga keekonomian minyak (rafaksi) senilai Rp344 miliar. 

Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) menjelaskan, utang pemerintah atas pembayaran selisih harga atau rafaksi minyak goreng senilai Rp 344 miliar dibayarkan oleh pihak swasta.

Ketua Umum Aprindo Roy Nicholas Mande mengatakan dana tersebut sebetulnya telah dikumpulkan melalui Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS), namun belum bisa dibayarkan karena belum mendapatkan izin dari Kementerian Perdagangan (Kemendag).

Baca juga: Minyak Goreng Langka Akibat Ditimbun? Aprindo Sebut Tak Masuk Akal hingga Produsen Mengaku Bingung

Adapun untuk perhitungannya telah disepakati bersama dalam rapat-rapat yang digelar sebelum tanggal 19 Januari 2022 atau pada waktu sebelum dimulainya program satu harga.

"Kami sebelum tanggal 19 (Januari 2022) itu hampir setiap hari ada di gedung utama Kementerian Perdagangan bersama Pak Dirjen PDN yang lalu, dan para eselon. Untuk meeting-kan, gimana nih supaya harga bisa masuk, rakyat menjerit karena per liternya mahal di atas Rp 24.000," ujar Roy dikutip dari Kompas.com.

Menurutnya, Kemendag pun mendorong Aprindo untuk memberikan harga murah yakni Rp 14.000 per liter dan berjanji selisih uang minyak goreng yang dijual murah tersebut akan dibayar oleh BPDPKS.

"Kemendag bilang kita ganti uangnya bukan dari APBN, dari BPDPKS, karena itu uang swasta yang dititipkan, yang diberikan sebagai ongkos pungutan ekspor, ya udah. Nah itu prosesnya hampir setiap hari itu," ungkap Roy.

Kemudian pada saat program dimulai tanggal 19 Januari 2022, kata Roy, pihaknya juga masih belum memegang Permendag Nomor 3/2022 sebagai landasan hukumnya.

Namun anggota Aprindo tetap menjalankan komitmen tersebut saat harga minyak goreng Rp 24.000 per liter tetapi dijual Rp 14.000 per liter, sesuai keputusan rapat bersama.

"Nah pada saat 19 Januari pun kita tidak memegang Permendag 3, belum ada. Kira-kira 7-10 hari kemudian baru Permendag 3 nya itu keluar, artinya apa? Belum ada pegangan apapun, kita percaya pada pemerintah, kita melakukan komitmen itu untuk menjualkan satu harga, pada saat harga per liternya Rp 24.000, kita jual Rp 14.000 sesuai dengan arahan pada hari-hari sebelumnya. Nah sudah sampai begitu kita lakukan coba," jelasnya.

Tak selang berapa lama, Kemendag membuat kebijakan yakni Permendag 3 dibatalkan dan diganti dengan Permendag 6 Tahun 2022. Dari situ lah akhirnya permasalahan terkait pembayaran rafaksi minyak goreng terjadi.

"Nilai yang kita tagih, yang Rp 344 miliar dari tanggal 19-31 Januari 2022 datanya sudah selesai kita berikan pada tanggal 31 Januari, bahkan itu langsung pada hari itu diminta gak boleh lewat tanggal 31 Januari. Sudah, kita sudah berikan data kepada produsen, produsen sudah serahkan data kepada Kemendag," jelas Roy.

Aprindo pun meminta para produsen minyak goreng yang tergabung dalam Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (Gimni) dan Asosiasi Industri Minyak Makan Indonesia (AIMMI) ikut bersuara dan mendorong Kementerian Perdagangan agar mau membayar utang tersebut.

Sebab menurut dia yang langsung terlibat dalam proses utang piutang itu ke pemerintah adalah para produsen minyak goreng yang kemudian nantinya produsen minyak goreng langsung membayarkan ke ritel.

"Kami mau membangunkan produsen minyak goreng, allert lah ke produsen. Kita yang sudah berbusa-busa kalian kok enggak ada sepatah katapun mengenai rafaksi. Padahal rafaksi itu setelah tanggal 19 januari 2022 karena Permendag 3 keluar, mereka jual ke pasar tradisonal dengan harga murah," katanya.

"Ini yang terima bayaran bukan ke ritel langsung tapi dari BPDPKS kepada produsen, baru produsen ke ritel. Tapi kenapa produsen 2 asosiasi besar Aimmi dan Gimni kok diam saja. Kenapa mereka kok tidur padahal anggotanya sudah gerak terus," sambung Roy.

Halaman
123
Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan