Kamis, 13 November 2025

UU Perkawinan Jadi Penghalang ke Pelaminan, Ega Cari Keadilan di Mahkamah Konstitusi

Ega menjalin hubungan selama kurang lebih dua tahun dengan kekasihnya yang beragama Kristen Protestan.

Tribunnews.com/Mario Christian Sumampow
MENIKAH BEDA AGAMA - Muhamad Anugrah Firmansyah, pemohon perkara 212/PUU-XXIII/2025 di Media Center Mahkamah Konstitusi, Jakarta Pusat, Rabu (12/11/2025). 

Dalam petitum, Ega meminta MK menyatakan Pasal 2 ayat (1) UU Perkawinan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat, sejauh pasal tersebut digunakan pengadilan untuk menolak pencatatan perkawinan antarumat berbeda agama dan kepercayaan.

Jika MK berpendapat Pasal 2 ayat (1) UU Perkawinan tetap berlaku, maka ia meminta agar MK memberikan tafsir konstitusional (conditionally constitutional) bahwa pasal tersebut tidak boleh dijadikan dasar oleh pengadilan untuk menolak pencatatan perkawinan antarumat berbeda agama dan kepercayaan.

SEMA 2/2023 Tidak Kompatibel dengan Kebhinekaan Indonesia

SEMA 2/2023 ini berkaitan tentang 'Petunjuk bagi Hakim dalam Mengadili Perkara Permohonan Pencatatan Perkawinan Antar-Umat yang Berbeda Agama dan Kepercayaan'.

Pada pokoknya, SEMA itu memerintahkan pengadilan untuk tidak mengabulkan permohonan pencatatan perkawinan antar-umat yang berbeda agama dan kepercayaan. 

Peneliti Setara Institute, Achmad Fanani Rosyidi menegaskan SEMA itu tidak kompatibel dengan dengan kebhinekaan Indonesia dan bangunan negara Pancasila. 

"Fakta objektif keberagamaan identitas warga negara, termasuk dari segi agama, seharusnya semakin mendorong perangkat penyelenggaraan negara pada cabang kekuasaan eksekutif, legislatif, dan yudikatif untuk memberikan penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan yang lebih baik bagi seluruh warga negara dengan identitas yang beragam tersebut," kata Achmad dalam keterangannya.

SEMA itu juga disebut merupakan kemunduran dan menutup ruang bagi progresivitas dunia peradilan dalam menjamin hak-hak warga negara dari latar belakang yang beraneka ragam. 

Dalam pandangan Setara Institute, kewajiban negara dalam perkawinan antarwarga negara bukanlah memberi pembatasan atau restriksi, akan tapi menghormati dan melindungi pilihan masing-masing warga negara. 

Baca juga: Aturan Nikah Beda Agama Pernah Ditolak MK, Apa yang Buat Uji Materi UU Perkawinan Kali Ini Berbeda?

"Kewajiban negara hanyalah mencatat perkawinan warga negara tersebut dan memberikan keadilan dalam layanan administrasi terkait," pungkas Achmad.

Halaman 2/2
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved