Usai Pengesahan KUHAP, Komisi III DPR Segera Bahas RUU Penyesuaian Pidana
Legislator Gerindra itu menuturkan, pembahasan RUU ini akan dikejar dalam waktu yang sangat terbatas.
Ringkasan Berita:
- Pembahasan RUU Penyesuaian Pidana akan dimulai pekan depan
- RUU Penyesuaian Pidana perlu dirampungkan menjadi regulasi pelengkap untuk KUHP dan KUHAP
- Pembahasan RUU ini akan dikejar dalam waktu yang sangat terbatas
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman menyebut pembahasan RUU Penyesuaian Pidana akan dimulai pekan depan, setelah Revisi Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) resmi disahkan menjadi undang-undang.
“Minggu depan kami akan membahas Undang-Undang Penyesuaian Pidana ya, namanya. Undang-Undang Penyesuaian Pidana yang merupakan turunan, apa namanya, tindak lanjut dari KUHP,” ujar Habiburokhman di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (18/11/2025).
Baca juga: Merujuk ke RUU Sisdiknas, Wamendikdasmen Nilai Aturan Guru-Dosen Seharusnya Bukan Lewat UU
Menurut Habiburokhman, RUU Penyesuaian Pidana perlu dirampungkan menjadi regulasi pelengkap untuk KUHP dan KUHAP, sebelum diberlakukan serentak mulai awal 2026.
Legislator Gerindra itu menuturkan, pembahasan RUU ini akan dikejar dalam waktu yang sangat terbatas.
Baca juga: PBHI Nilai KUHAP Anyar Bisa Bahaya untuk Rakyat: Baru Penyelidikan Sudah Bisa Ditangkap dan Ditahan
Sebab, DPR dijadwalkan memasuki masa reses pada 10 Desember 2025.
“Tinggal berapa hari lagi ya, 3 hari kerja,” pungkasnya.
Sebelumnya, Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) menjadi Undang-Undang.
Pengesahan tersebut dilakukan dalam Rapat Paripurna DPR RI ke-8 Masa Persidangan II Tahun Sidang 2025-2026, di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (18/11/2025).
Rapat Paripurna dipimpin langsung Ketua DPR RI Puan Maharani.
Di meja pimpinan, Puan didampingi seluruh Wakil Ketua DPR RI, yakni Sufmi Dasco Ahmad, Adies Kadir, Cucun Ahmad Syamsurijal dan Saan Mustopa.
Sebelum pengesahan, Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhmam menyampaikan laporan pembahasan RKUHAP.
Dia menegaskan, dalam penyusunan KUHAP, Komisi III DPR RI berusaha untuk memenuhi meaningfull partiicipation atau partisipasi yang bermakna.
"Sejak Februari 2025, Komisi III DPR RI telah mengunggah naskah RUU KUHAP ke laman www.dpr.go.id dan melakukan pembahasan secara terbuka (Panja)," kata Habiburokhman.
Habiburokhman menyebut, Komisi III DPR RI telah melaksamakam RDPU dengan 130 pihak dari sisi masyarakat, akademisi, advokat serta elemen penegak hukum.
Kemudian, telah dilaksanakan kunjungan kerja ke Jawa Barat, DI Yogyakarta, Képuľauan Riau, Sumatera Utara Sumatera Selatan Sulawesi Utara, Bangka Belitung, Jawa Timur, Gorontalo, Sumatera Barat, Banten, Sulawesi Tenggara, Aceh, dan Nusa Tenggara Barat;
"Menerima masukan tertulis dari masyarakat dalam kurun waktu 4 bulan terhitung sejak 8 Juli 2025. Ubur ubur ikan lele, KUHAP baru kita sahkan le," ujar Habiburokhman.
Setelah itu, Puan selaku pimpinan rapat meminta persetujuan pengesahan RKUHAP menjadi UU.
"Tiba lah kita meminta persetujuan fraksi-fraksi terhadap RUU KUHAP, apakah dapat disetujui untuk menjadi Undang-Undang?" tanya Puan.
"Setuju," jawab peserta Rapat Paripurna.
Baca juga: DPR Harus Minta Maaf, BEM Undip Layangkan Somasi 3x24 Jam Imbas Pencatutan Dukung RUU KUHAP
Berikut 14 substansi RUU KUHAP
Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman menjelaskan proses pembahasan RUU KUHAP telah berlangsung sejak DPR menetapkannya sebagai usul inisiatif pada 18 Februari 2025.
Menurutnya, terdapat kurang lebih 14 substansi utama dalam RUU KUHAP yang akan dibawa ke rapat paripurna DPR RI seperti dikutip dari situs dpr.go.id yakni:
1. Penyesuaian hukum acara pidana dengan perkembangan hukum nasional dan internasional.
2. Penyesuaian pengaturan hukum acara pidana dengan nilai-nilai KUHP baru yang menekankan orientasi restoratif, rehabilitatif, dan restitutif guna mewujudkan pemulihan keadilan substansi dan hubungan sosial antara pelaku, korban, dan masyarakat.
3. Penegasan prinsip diferensiasi fungsional dalam sistem peradilan pidana, yaitu pembagian peran yang proporsional antara penyidik, penuntut umum, hakim, advokat, dan pemimpin kemasyarakatan.
4. Perbaikan pengaturan mengenai kewenangan penyelidik, penyidik, dan penuntut umum serta penguatan koordinasi antarlembaga untuk meningkatkan efektivitas dan akuntabilitas sistem peradilan pidana.
5. Penguatan hak-hak tersangka, terdakwa, korban, dan saksi, termasuk hak atas bantuan hukum, peradilan yang adil, dan perlindungan terhadap ancaman atau kekerasan.
6. Penguatan peran advokat sebagai bagian integral sistem peradilan pidana, termasuk kewajiban pendampingan dan pemberian bantuan hukum cuma-cuma oleh negara.
7. Pengaturan mekanisme keadilan restoratif (restorative justice) sebagai alternatif penyelesaian perkara pidana di luar pengadilan.
8. Perlindungan khusus terhadap kelompok rentan, termasuk penyandang disabilitas, perempuan, anak, dan lanjut usia, disertai kewajiban aparat untuk melakukan asesmen dan menyediakan sarana pemeriksaan yang ramah.
9. Penguatan perlindungan penyandang disabilitas dalam setiap tahap pemeriksaan.
10. Perbaikan pengaturan tentang upaya paksa dengan memperkuat perlindungan HAM dan asas due process of law, termasuk pembatasan waktu dan kontrol yudisial oleh pengadilan.
11. Pengenalan mekanisme hukum baru, seperti pengakuan bersalah bagi terdakwa yang kooperatif dengan imbalan keringanan hukuman serta perjanjian penundaan penuntutan bagi pelaku korporasi.
12. Pengaturan prinsip pertanggungjawaban pidana korporasi.
13. Pengaturan hak kompensasi, restitusi, dan rehabilitasi sebagai hak korban dan pihak yang dirugikan akibat kesalahan prosedur penegakan hukum.
14. Modernisasi hukum acara pidana untuk mewujudkan peradilan yang cepat, sederhana, transparan, dan akuntabel.
| Habiburokhman Bantah Isu Pasal Kontroversial di KUHAP Baru, Sebut Unsur Sipil 'Koalisi Pemalas' |
|
|---|
| Anggota DPR Tanya Calon Anggota KY: Pernah Enggak Sebagai Advokat Beri Sesuatu pada Hakim? |
|
|---|
| Calon Anggota KY Williem Saija Bicara Pentingnya Cegah Diskriminasi Perempuan dalam Pengawasan Hakim |
|
|---|
| Uji Kelayakan, Calon Anggota KY Williem Saija Paparkan Strategi Cegah Pelanggaran Kode Etik Hakim |
|
|---|
| Legislator PDIP Tanya Motivasi Abhan Ikut Seleksi Anggota KY, Setelah Tidak Menjabat di Bawaslu Lagi |
|
|---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.