DPR Soroti 11 Ribu Sengketa Tanah Nasional, Kasus JK Jadi Pelajaran Penting
Anggota Komisi II DPR RI Fraksi Gerindra, Azis Subekti, meminta pemerintah mengambil langkah tegas dalam menyelesaikan persoalan mafia tanah.
Ringkasan Berita:
- Anggota Komisi II DPR RI Fraksi Gerindra, Azis Subekti, meminta pemerintah bertindak tegas memberantas mafia tanah.
- Kasus sengketa lahan yang menimpa Jusuf Kalla dinilai harus menjadi titik balik agar negara tidak kalah oleh mafia tanah.
- Jika mantan Wakil Presiden bisa terdampak, rakyat kecil lebih rentan karena minim akses hukum dan jaringan.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Anggota Komisi II DPR RI Fraksi Gerindra, Azis Subekti, meminta pemerintah mengambil langkah tegas dalam menyelesaikan persoalan mafia tanah yang masih marak terjadi di Indonesia.
Hal ini disampaikan Azis menanggapi sengketa lahan seluas sekitar 164.151 meter persegi di kawasan Metro Tanjung Bunga, Tamalate, Makassar, Sulawesi Selatan, yang melibatkan Hadji Kalla dan Gowa Makassar Tourism Development (GMTD).
“Kasus yang menimpa Pak Jusuf Kalla harus menjadi titik balik. Negara tidak boleh kalah oleh mafia tanah,” kata Azis kepada wartawan, Jumat (14/11/2025).
Menurut Azis, tanah memiliki fungsi mulia sebagai sumber kepastian hidup yang adil bagi seluruh rakyat.
Sengketa yang menjerat mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla menunjukkan bahwa persoalan mafia tanah dan carut-marut administrasi pertanahan bukan sekadar isu di media, melainkan kenyataan yang bisa menimpa siapa saja.
“Kalau seorang mantan Wakil Presiden saja bisa menjadi korban salah kelola administrasi pertanahan, apalagi rakyat kecil yang tidak punya akses kuasa dan jaringan,” ujarnya.
Azis menyoroti persoalan berulang dalam tata kelola pertanahan, mulai dari sertifikat ganda, data tumpang tindih, hingga proses administrasi yang tidak transparan.
Kondisi ini dinilai merugikan warga negara dan menggerus kepercayaan publik terhadap institusi negara.
Ia juga mengingatkan bahwa Presiden Prabowo Subianto sejak lama menyoroti ketimpangan penguasaan tanah di Indonesia. Karena itu, reforma agraria menjadi salah satu prioritas dalam Asta Cita.
Menurut Azis, kasus sertifikat ganda yang menimpa Jusuf Kalla merupakan produk administrasi lama Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan bukan kasus tunggal.
Ia merujuk data nasional pada 2024 yang mencatat setidaknya 11.083 sengketa tanah, 506 konflik, dan 24.120 perkara pertanahan, dengan penyelesaian baru sekitar 46,88 persen.
Hingga Oktober 2025, Kementerian ATR/BPN menerima 6.015 kasus dan baru menyelesaikan sekitar 50 persen di antaranya.
"Artinya, lebih dari separuh masalah pertanahan masih menggantung dan berpotensi menjadi sumber ketidakpastian hukum maupun konflik sosial di masa depan," tutur Azis.
Ia menambahkan, masyarakat kecil adalah pihak yang paling rentan. Pada 2024, terdapat sekitar 2.161 kasus pertanahan yang melibatkan rakyat kecil, di luar 295 konflik agraria yang tersebar di berbagai daerah.
"Bila seorang mantan Wakil Presiden bisa menjadi korban maladministrasi, maka risiko bagi petani, nelayan, dan warga biasa jauh lebih besar. Banyak dari mereka tidak memiliki kemampuan hukum, akses informasi, atau jaringan politik untuk memperjuangkan haknya. Di sinilah negara harus hadir secara aktif, bukan pasif," ungkapnya.
Oleh karena itu, ia menilai sengketa tanah yang merugikan Jusuf Kalla harus menjadi pelajaran penting bagi pemerintah.
Ia mendorong pembenahan total sistem administrasi pertanahan, termasuk transparansi data, pencegahan sertifikat ganda, dan penguatan pengawasan.
Sebelumnya, Jusuf Kalla menyatakan bahwa berdasarkan penuturan Menteri ATR/BPN Nusron Wahid, dirinya adalah pihak yang sah atas kepemilikan tanah tersebut.
Pengadilan Negeri Makassar telah mengeksekusi lahan setelah perkara dimenangkan oleh GMTD. JK menilai putusan PN Makassar tidak sejalan dengan ketentuan Mahkamah Agung (MA) dan menyoroti absennya perwakilan BPN saat eksekusi.
Menurut JK, eksekusi seharusnya dilakukan dengan prosedur constatering atau pencocokan batas-batas tanah oleh BPN. “Mahkamah Agung mengatakan harus diukur oleh BPN. Jadi prosedur itu harus dijalankan,” ujarnya.
Dia menyebut mempunyai bukti sertifikat kepemilikan yang menunjukkan pihaknya sudah memiliki lahan tersebut sejak 1993.
JK mengatakan tanah itu dibelinya langsung dari anak Raja Gowa.
"Padahal ini tanah saya sendiri yang beli dari Raja Gowa, kita beli dari anak Raja Gowa. Ini (lokasi) kan dulu masuk Gowa ini. Sekarang (masuk) Makassar," tegas JK.
Lebih lanjut, Jusuf Kalla mengungkapkan bahwa berdasarkan penuturan Menteri ATR/BPN Nusron Wahid, bahwa dirinya sebagai pihak yang sah atas kepemilikan tanah tersebut.
"Kan Menteri Nusron mengatakan itu yang sah milik saya, mafianya harus diberantas dilawan kalau dibiarin ya jadi begini," pungkasnya.
Jusuf Kalla juga menegaskan, jika keberadaan mafia tanah dibiarkan, maka akan lebih banyak lagi masyarakat yang menjadi korban.
"Praktik itu terjadi di mana-mana dan kita harus lawan bersama-sama, kalau enggak ini masyarakat jadi korban termasuk saya korban, tapi kita punya (bukti) formal yang tidak bisa dibantah," ujarnya.
Respons Pihak GMTD
PT Gowa Makassar Tourism Development Tbk (GMTD) lewat Presiden Direktur PT GMTD Ali Said menegaskan bahwa kepemilikan atas lahan 16 hektare tersebut sepenuhnya dan sejelas-jelasnya berada di bawah PT GMTD Tbk.
"Hal ini berdasarkan proses pembelian dan pembebasan lahan yang dilakukan secara sah, transparan, dan sesuai ketentuan hukum pada periode 1991–1998," ujar Ali Said dalam keterangan persnya, Jumat (14/11/2025).
Menurut dia seluruh proses tersebut dilaksanakan berdasarkan hak tunggal dan wewenang resmi yang pada masa itu hanya diberikan kepada PT GMTD Tbk untuk melakukan pembebasan, pembelian, dan pengelolaan lahan di kawasan Tanjung Bunga.
Dengan demikian, menurut dia, setiap pihak yang mengklaim memiliki hak atas lahan tersebut—dengan dasar apa pun, termasuk atas nama pembelian atau pembebasan lahan khususnya pada periode 1991–1998 adalah tidak sah, tidak memiliki dasar hukum, serta merupakan perbuatan melawan hukum.
| Komisi I DPR Soroti Diplomasi Presiden Prabowo: Era Baru Hubungan Indonesia–Australia Dimulai |
|
|---|
| Daerah Ini Awalnya Dikenal Sebagai Pusat Tekstil, Kini Bangkrut Akibat Maraknya Baju Thrifting |
|
|---|
| Pembahasan RUU KUHAP Terburu-Buru: Semua Bisa Kena, Semua Bisa Jadi Korban |
|
|---|
| DPR Siap Bahas Usulan Redenominasi Rupiah di Tahun Sidang 2026 |
|
|---|
| Jusuf Kalla Tegaskan Konflik Aceh Bukan Soal Syariat: Akarnya Ketidakadilan Ekonomi |
|
|---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.