Kamis, 20 November 2025

Firdaus Oiwobo Salah Sebut Nama Ketua MA Sunarto Jadi Ketua MK Suhartoyo di Sidang Uji UU Advokat

Advokat Firdaus Oiwobo salah menyebut nama Ketua Mahkamah Agung (MA) Sunarto menjadi nama Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Suhartoyo.

Tangkapan layar dari akun YouTube Mahkamah Konstitusi RI
UU ADVOKAT - Advokat Firdaus Oiwobo dalam sidang nomor 217/PUU-XXIII/2025 di Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta Pusat, Rabu (19/11/2025). 
Ringkasan Berita:
  • Advokat Firdaus Oiwobo keliru menyebut nama Ketua MK Suhartoyo menjadi Ketua MA Sunarto, sehingga langsung dikoreksi oleh majelis hakim.
  • Firdaus merasa dirugikan karena izin advokatnya dibekukan setelah dinilai melanggar kode etik oleh KAI akibat insiden di PN Jakarta Utara. 
  • Dalam petitumnya, Firdaus meminta MK menafsir ulang pasal-pasal UU Advokat agar sanksi etik harus diputus Dewan Kehormatan dengan proses transparan.

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Advokat Firdaus Oiwobo salah menyebut nama Ketua Mahkamah Agung (MA) Sunarto menjadi nama Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Suhartoyo.

Hal itu terjadi saat ia menjadi pemohon pengujian Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2023 tentang Advokat (UU Advokat) di MK.

Semula, Firdaus menyampaikan alasan permohonannya kepada majelis hakim yang dipimpin oleh Ketua MK Suhartoyo.

Pada pokoknya, ia menyampaikan ihwal izin advokatnya yang dibekukan atas perintah langsung dari Ketua MK Sunarto.

Namun saat menjelaskan hal tersebut, Firdaus salah menyebut nama Sunarto menjadi Suhartoyo.

“Hari ini saya sudah beberapa kali mengirim surat kepada Mahkamah Agung dan Pengadilan Tinggi Provinsi Banten,” ujar Firdaus.

“Dan jawaban mereka melalui humas Provinsi Banten menyatakan bahwa saya masih advokat dan atas perintah lisan Ketua Mahkamah Agung Agung Pak Profesor Suhartoyo saya tidak diperbolehkan untuk bersidang,” sambungnya.

Mendengar itu, Suhartoyo menyela dan bertanya untuk memastikan kembali yang langsung dikoreksi oleh Firdaus.

“Eh, maaf, Pak Sunarto, maaf yang mulia,” ujar Firdaus.

Dalam perkara nomor 217/PUU-XXIII/2025, Firdaus menguji Pasal 7 ayat (3) dan Pasal 8 ayat (2) UU Advokat.

Alasan permohonan Firdaus adalah karena ia merasa dirugikan secara konstitusional akibat penerapan pasal-pasal yang diuji. 

Ia sudah pernah disumpah sebagai advokat di hadapan Majelis Pengadilan Tinggi Banten dan kerap memberi bantuan hukum secara pro bono. 

Namun, ia kemudian dinyatakan melanggar kode etik oleh Kongres Advokat Indonesia (KAI) setelah insiden di ruang sidang.

Insiden itu terjadi di Pengadilan Negeri Jakarta Utara (PN Jakut) pada 6 Februari 2025 kala Firdaus naik ke meja kuasa hukum saat terjadi keributan. 

Peran Firdaus di persidangan adalah sebagai Kuasa Hukum Tambahan dalam perkara pengacara Razman Arif Nasution.

Ia menilai sanksi itu dijatuhkan tanpa proses sidang etik yang adil dan tanpa kesempatan membela diri.

Tiga hari setelahnya, Ketua PT Banten membekukan berita acara sumpah advokat miliknya. 

Akibatnya, Firdaus tak dapat lagi bekerja sebagai advokat. 

Ia menyebut pembekuan itu telah menghilangkan haknya untuk mencari nafkah dan membantu para pencari keadilan melalui profesinya.

Dalam petitumnya, Firdaus meminta MK menafsir ulang pasal 7 ayat (3) dan pasal 8 ayat (2) UU Advokat

Ia ingin kedua pasal itu dimaknai bahwa organisasi advokat wajib memberi kesempatan pembelaan diri yang adil dan transparan sebelum menjatuhkan sanksi, serta bahwa seluruh proses penindakan etik.

Termasuk pemberhentian sementara atau tetap harus diputus oleh Dewan Kehormatan dan diteruskan ke MA untuk pembekuan berita acara sumpah.

Ia juga meminta MK menegaskan bahwa pembekuan berita acara sumpah hanya sah jika didasarkan pada putusan etik Dewan Kehormatan. 

Karena itu, Firdaus meminta agar penetapan Ketua Pengadilan Tinggi Banten yang membekukan sumpah advokatnya dinyatakan tidak sah. 

Baca juga: Izin Advokat Dibekukan, Firdaus Oiwobo Disuruh Ketua MK Copot Toga saat Sidang Berlangsung

Penjelasan Lengkap UU Advokat

Dasar Hukum UU No. 18 Tahun 2003 ditetapkan pada 5 April 2003 di Jakarta.

Undang-undang ini lahir untuk menjamin keberadaan advokat sebagai profesi yang independen, bebas dari campur tangan pihak luar, dan memiliki tanggung jawab moral serta hukum.

Ruang Lingkup Pengaturan UU Advokat mengatur berbagai aspek profesi advokat, antara lain:

  • Pengangkatan dan Sumpah Advokat: proses resmi menjadi advokat harus melalui pendidikan khusus, ujian, dan pengambilan sumpah di Pengadilan Tinggi.
  • Hak dan Kewajiban Advokat: termasuk memberikan bantuan hukum, menjaga kerahasiaan klien, serta menjunjung tinggi kode etik.
  • Honorarium dan Bantuan Hukum Cuma-Cuma: advokat berhak atas imbalan jasa, tetapi juga wajib memberikan bantuan hukum gratis bagi masyarakat tidak mampu.
  • Advokat Asing: diatur mengenai advokat asing yang dapat berpraktik di Indonesia dengan syarat tertentu.
  • Kode Etik dan Dewan Kehormatan Advokat: sebagai mekanisme pengawasan perilaku advokat.
  • Organisasi Advokat: wadah resmi profesi yang berfungsi mengatur dan membina advokat.
    Ketentuan Pidana: orang yang mengaku atau bertindak sebagai advokat tanpa status resmi dapat dipidana penjara hingga 5 tahun dan denda maksimal Rp50 juta.

Tujuan UU Advokat UU ini bertujuan untuk:

  • Menjamin advokat sebagai profesi hukum yang bebas dan mandiri.
  • Menegakkan supremasi hukum dan memberikan kepastian hukum bagi pencari keadilan.
  • Melindungi hak masyarakat untuk mendapatkan bantuan hukum yang profesional.

Kesimpulan

UU Advokat (UU No. 18 Tahun 2003) adalah landasan hukum profesi advokat di Indonesia. Ia menegaskan advokat sebagai profesi yang bebas, mandiri, dan bertanggung jawab, dengan kewajiban memberikan bantuan hukum, menjunjung kode etik, serta berperan penting dalam menjaga keadilan dan hak asasi manusia

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved