Kamis, 20 November 2025

Kejagung: Pelaksanaan Sita Eksekusi Tidak Perlu Penetapan Pengadilan Tambahan

Katarina Endang Sarwestri mengatakan, pelaksanaan sita eksekusi tidak memerlukan penetapan pengadilan tambahan.

Tangkapanlayar/YouTube MKRI
MAHKAMAH KONSTITUSI - Sidang pengujian UU Tipikor dan UU Kejaksaan di Gedung Mahkamah Konstitusi RI, Jakarta, Selasa (18/11/2025. Pemerintah diwakili Staf Ahli Bidang Pertimbangan dan Pengembangan Hukum Kejaksaan Agung (Kejagung) RI Katarina Endang Sarwestri mengatakan, pelaksanaan sita eksekusi tidak memerlukan penetapan pengadilan tambahan. 

 

Ringkasan Berita:
  • Pemerintah mengatakan pelaksanaan sita eksekusi tidak memerlukan penetapan pengadilan tambahan
  • Mekanisme sita eksekusi dalam UU Tipikor memiliki dasar hukum yang kuat dan memberikan kepastian hukum

 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah diwakili Staf Ahli Bidang Pertimbangan dan Pengembangan Hukum Kejaksaan Agung (Kejagung) RI Katarina Endang Sarwestri mengatakan, pelaksanaan sita eksekusi tidak memerlukan penetapan pengadilan tambahan.

Sita eksekusi adalah tindakan penyitaan barang milik pihak yang kalah dalam perkara perdata untuk melaksanakan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap.

Baca juga: Kapolri Bentuk Tim Pokja Respons Putusan MK Soal Larangan Anggota Aktif Duduki Jabatan Sipil

Hal itu disampaikan Katarina dalam sidang pengujian materiil Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia (UU Kejaksaan), di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Selasa (18/11/2025).

Untuk diketahui, perkara nomor 172/PUU-XXIII/2025 ini dimohonkan oleh dua badan usaha. Para pemohon menilai pengaturan mengenai pembayaran uang pengganti dalam perkara tindak pidana korupsi tidak memberikan kepastian hukum karena penerapannya berbeda-beda dalam putusan pengadilan.

Baca juga: KPK Kembali Sita Barang Bukti Elektronik dan Dokumen Pergeseran Anggaran Pemprov Riau

Para pemohon juga mempermasalahkan kewenangan Kejaksaan Agung sebagaimana diatur dalam Pasal 30A dan Pasal 30C huruf g UU Kejaksaan, yang memberikan wewenang untuk melakukan sita eksekusi terhadap aset terpidana.

Menurut para pemohon, aturan tersebut tidak mengatur secara tegas batasan dan mekanisme pengawasan pelaksanaan sita eksekusi. Akibatnya, terdapat potensi penyalahgunaan kewenangan dan kerugian bagi pihak ketiga yang tidak terlibat dalam perkara pidana.

Merespons hal itu di persidangan, Katarina menyampaikan, mekanisme sita eksekusi dalam UU Tipikor memiliki dasar hukum yang kuat dan memberikan kepastian hukum.

“Pemerintah berpandangan bahwa mekanisme sita eksekusi telah diatur secara jelas, termasuk sarana bagi pihak yang merasa keberatan, serta kewajiban Kejaksaan untuk memastikan tidak ada hak pihak ketiga yang beritikad baik dilanggar,” kata Katarina, dalam persidangan, Selasa.

Katarina menyampaikan, pengaturan tersebut bukan hanya bentuk kepatuhan Indonesia terhadap konvensi internasional, tapi juga jaminan perlindungan hak konstitusional warga negara.

“Karena itu, Pemerintah memandang tepat apabila Mahkamah menolak permohonan para Pemohon, atau setidak-tidaknya menyatakan permohonan tidak dapat diterima,” tuturnya.

Selanjutnya, Katarina juga menilai permohonan para Pemohon yang mewajibkan penetapan Pengadilan Negeri sebelum sita eksekusi uang pengganti, tidak sesuai dengan asas hukum pidana.

“Usulan tersebut berpotensi mencampuradukkan ranah perdata dan pidana serta mengaburkan perbedaan antara executoriale titel dalam perdata dan amar pidana yang bersifat self-executing,” tuturnya.

Katarina menyampaikan pengaturan pidana uang pengganti telah berlaku sejak tahun 1960. 

Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved