Tribunners / Citizen Journalism
Anomie di Ende: Penganiayaan dan Penikaman sebagai Cermin Ketimpangan Sosial
Dua kasus pembunuhan di Ende bongkar retaknya norma sosial, paradoks kota pelajar yang kehilangan arah
Namun, paradoks nya, kota ini juga menghadapi tantangan modernisasi yang cepat. Anak muda Ende bahkan oknum polisi yang bertugas di Ende menunjukan tindakan amoral yang bertentangan dengan jargon kota pelajar tersebut.
Dalam masyarakat yang stabil, kasus seperti ini seharusnya tidak terjadi. Konflik seperti kekerasan memang sering terjadi tetapi bisa diselesaikan dengan dialog bahkan dengan meredam emosi diri.
Tapi anomie membuat norma ini pudar, oknum polisi yang menganiaya penyandang disabilitas mungkin merasa terasing dari tanggung jawab etisnya.
Status sosialnya sebagai polisi membuatnya merasa lebih berkuasa sehingga dengan mudah menghadapi orang yang status social di bawahnya.
Begitu pula dengan penikaman yang menyebabkan anak muda meninggal—dalam lingkungan yang dulu harmonis, konflik mungkin diselesaikan dengan dialog; kini, tanpa norma yang jelas, pisau menjadi solusi cepat.
urkheim mengatakan anomie muncul saat masyarakat gagal memberikan tujuan dan sarana yang konsisten.
Kejadian ini bukan hanya sekedar penganiayaan dan penikaman, melainkan sebagai salah satu bentuk ketimpangan sosial, ketiadaan pekerjaan juga bisa menjadi penyebabnya.
Ketimpangan ini menciptakan frustasi kolektif, di mana norma kesetaraan dan meritokrasi hilang, sehingga anomie berkembang dan memicu kekerasan seperti yang kita lihat.
Jika kita abaikan ini, kasus seperti ini bisa berulang, seperti yang terjadi di daerah lain dengan tantangan serupa.
Bayangkan Ende sebagai tubuh sosial—ketika norma melemah, luka seperti ini mudah muncul dan sulit sembuh.
Ini bukan hanya masalah individu. Anomie adalah produk struktur sosial: pemerintah yang lambat dalam pembangunan infrastruktur, korupsi yang merusak kepercayaan publik, dan globalisasi yang membawa nilai konsumerisme tanpa filter budaya.
Solusi : Sebuah jalan Tengah dari Ketimpangan Sosial
Solusinya harus holistik, dengan hukuman yang setimpal untuk menegakkan keadilan, tapi juga unsur keadilan sosial agar tidak memperburuk ketimpangan.
Pertama, terapkan hukuman pidana yang proporsional—misalnya, penjara jangka panjang untuk pelaku kekerasan seperti penganiayaan atau penikaman, sesuai dengan Undang-Undang KUHP, tapi sertakan program rehabilitasi wajib yang fokus pada pendidikan etika dan keterampilan kerja, sehingga pelaku bisa kembali ke masyarakat tanpa stigma permanen.
Kedua, keadilan sosial dalam proses hukum: berikan pastikan akses hukum gratis untuk korban dari kelas bawah, seperti bantuan pengacara negara atau pembaruan dari dana sosial, agar mereka tidak tertinggal dalam sistem yang sering mendukung yang kuat.
Ketiga, reformasi struktural untuk mengurangi anomie—meningkatkan lapangan pekerjaan melalui investasi di sektor lokal seperti pertanian modern dan pariwisata, dengan kuota khusus untuk pemuda dari keluarga miskin, sehingga ketimpangan sosial berkurang dan norma pemerataan diperkuat.
Akhirnya, kasus ini adalah panggilan bagi kita semua. Anomie di Ende bukan takdir, melainkan hasil pilihan kita. Jika kita membiarkan norma sosial terus retak, kekerasan berikutnya mungkin lebih tragis. Mari kita bangun Ende yang harmonis, di mana solidaritas adat bertemu dengan kemajuan modern.
Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email redaksi@tribunnews.com
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya
A member of
Follow our mission at www.esgpositiveimpactconsortium.asia
| Hakim Ragukan Jawaban Saksi Perwira Piket saat Prada Lucky Dicambuk: Masa Tidak Tahu |
|
|---|
| Berkat Binaan Bripka Gede Suta, Warga Desa Benu Kini Hidup Lebih Tenang dan Sejahtera |
|
|---|
| Agar Tidak Jadi Pengangguran Gen Z Harus Buka Ruang Kolaborasi |
|
|---|
| Miss Earth 2019 Lirabica Kecam Pembantaian Anjing di Ruteng NTT |
|
|---|
| BPDP: Sekitar 15 sampai 20 Persen Tenaga Kerja Panen Sawit Berasal dari NTT |
|
|---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.