Tribunners / Citizen Journalism
Putusan MK dan Rekonstruksi Legalitas Jabatan: Pemahaman Secara Non-Retroaktif
Pemahaman bahwa putusan MK tidak berlaku surut tidak berarti bahwa jabatan yang bertentangan dengan putusan MK dapat terus dipertahankan
Pada titik ini, perlu dipertimbangkan terlebih dahulu makna asas non-retroaktif yang sering dikaitkan dengan putusan MK.
Secara umum, asas non-retroaktif mengandung pengertian bahwa putusan MK tidak digunakan untuk menilai tindakan administratif yang telah terjadi sebelum putusan tersebut diucapkan.
Artinya, peristiwa lampau tidak dibatalkan hanya karena norma dasarnya kemudian dinyatakan inkonstitusional.
Akan tetapi, asas ini tidak boleh dimaknai bahwa keadaan yang sedang berlangsung setelah putusan MK diucapkan dapat terus dipertahankan meskipun bertentangan dengan konstitusi.
Asas non-retroaktif melindungi tindakan lampau, tetapi tidak melindungi keberlanjutan jabatan yang terus berjalan ketika tatanan normatifnya telah berubah.
Dengan kata lain, non-retroaktif tidak menghapus kewajiban untuk melakukan penyesuaian setelah putusan diucapkan.
Sebaliknya, ia justru menjadi pembeda antara penilaian terhadap tindakan masa lalu dan kewajiban konstitusional untuk mengoreksi keadaan yang masih berlangsung di masa kini.
Karena putusan MK mengubah atau membatalkan norma yang mengatur suatu jabatan publik, maka sejak putusan diucapkan seluruh kementerian dan lembaga tidak dapat lagi menjalankan tindakan administratif berdasarkan norma yang telah dinyatakan tidak sesuai dengan UUD 1945.
Bersifat Self-Executing
Putusan MK adalah norma baru yang bersifat self-executing, sehingga tidak memerlukan peraturan pelaksana untuk berlaku.
Oleh sebab itu, jabatan yang masih berjalan setelah putusan dibacakan seyogyanya disesuaikan dengan batasan-batasan konstitusional yang ditegaskan dalam amar putusan.
Pemahaman bahwa putusan MK tidak berlaku surut tidak berarti bahwa jabatan yang bertentangan dengan putusan MK dapat terus dipertahankan.
Yang tidak berlaku surut adalah penilaian atas peristiwa administratif masa lalu, tetapi keabsahan keberlanjutan jabatan setelah putusan diucapkan adalah persoalan yang sepenuhnya tunduk pada norma konstitusi yang baru.
Prinsip ini sejalan dengan kewajiban penyelenggara negara untuk menaati asas-asas umum pemerintahan yang baik (good governance) sebagaimana dimuat dalam Pasal 5 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, terutama asas legalitas, perlindungan hak asasi manusia, dan kepastian hukum.
Asas legalitas mewajibkan bahwa setiap tindakan administrasi negara hanya dapat dijalankan berdasarkan norma yang sah.
Ketika norma dasar jabatan telah dibatalkan MK, maka dasar legalitas jabatan tersebut berubah dan memerlukan penyesuaian.
Sumber: Tribunnews.com
Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email redaksi@tribunnews.com
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
| Bahlil Sebut Polri dan Jaksa Aktif Perkuat Kinerja Kementerian ESDM: Kolaborasi yang Sangat Membantu |
|
|---|
| Mahasiswa Pemohon Agar Rakyat Bisa Pecat DPR, Pernah Gugat Ambang Batas Presiden yang Dikabulkan MK |
|
|---|
| UU MD3 Digugat agar Rakyat Bisa Pecat Anggota DPR, Bahlil: Biarkan Saja Diproses MK |
|
|---|
| Sosok Gulang Winarno, ASN Ponorogo Gugat Sugiri Sancoko yang Jadi Tersangka KPK, Tuntut Rp1 M |
|
|---|
| Profil Firdaus Oiwobo, Diminta Ketua MK Copot Toga saat Sidang, Izin Advokat Dibekukan |
|
|---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.